THANK YOU


“THANK YOU”

Author : Ria Utami
Facebook : Ria Rtngyu
Twitter : @Riatameee

Main Cast :   Bisma SM*SH a.k.a Bisma
Thalita Azaira
Morgan SM*SH a.k.a Handi Morgan Winata
Reza SM*SH a.k.a M. Reza Anugrah
And other cast ^^
Genre : AU!, Romance, Comfort, Hurt
Disclaimer : BISMA KARISMA IS MINE XD *ditabok Bismaniacs*
SM*SH belongs to SM*SHBLAST, but the fanfict is mine ~



Recommended Song : SM*SH – Rindu Ini
SM*SH – I Heart You
SM*SH – Inikah Cinta
SM*SH – YOU ARE


FF “Thank You”

***
“Hidup adalah putaran waktu yang membuatku menjalani kehidupan seperti biasa.
Melakukan banyak hal seperti biasa.
Tapi tidak mencintaimu seperti biasa, karena cinta itu bertambah setiap detik setiap harinya dalam hidupku.
Hingga aku tak dapat lagi mengukur seberapa besar cinta itu.”
***

“Bisma!!” pekik Aza sambil berlarimenerobos kerumunan orang – orang yang sedang mengantri di depan pintu keberangkatan luar negeri. Gadis itu melangkahkan kakinya lebar – lebar sambil menoleh kesana kemari. Berusaha menemukan sosok pria tampan yang tengah ia cari sejak sepuluh menit yang lalu.
“Bisma!!” jerit Aza lagi. Tapi sia – sia saja, ekor mata Aza sama sekali belum dapat menangkap sosok itu.
“Maaf,  Nona tidak diperbolehkan masuk ke dalam!” ucap seorang petuugas keamanan yang sontak menghentikan langkah Aza.
“Tidak boleh? Ku mohon. Aku punya kepentingan mendesak. Aku akan keluar begitu masalahku selesai. Waktu tak banyak. Aku mohon!” pinta Aza yang dijawab dengan gelengan ringan pria paruh baya itu.
“Maaf nona... saya tidak dapat membantu anda..”
“Ku mohon. Aku mohon sebentar saja!Aku pasti akan keluar setelah urusanku selesai!” ucap Aza cepat.
“Maaf, saya benar – benar tidak dapat membantu nona...”
“Aishh~”
Aza terdiam. Gadis itu menunduk dan kemudian berjalan meninggalkan pintu yang dijaga ketat petugas keamanan itu.
Aza melirik arloji putih yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul dua siang. Itu artinya pesawat Bisma sudah berangkat lima menit yang lalu. Gadis itu menghela nafas dan menyeka kristal bening yang tanpa ia sadari sudah lebih dulu meluncur dengan bebas menuruni pipi kanannya.
Bisma Karisma. Orang yang selama ini ia cintai. Lagi – lagi harus pergi meninggalkannya tanpa mengetahui perasaan Aza yang sebenarnya. Aza merasa menyesal. Kenapa tidak dari tadi pagi saja Aza menemui Bisma dan mengungkapkan segalany? Mengutarakan apa yang ia rasakan selama ini pada Bisma? Kenapa takdir selalu tidak berpihak padanya? Dan kenapa juga Aza melewatkan kesempatan yang ia miliki untuk kedua kalinya?
****

“Tersenyum.
Karena dengan tersenyum, secara tidak langsung kau mengatakan pada dunia kalau kau bahagia bersamaku.”

****

“Aza...” panggil seseorang yang sontak membuat Aza menoleh. Beberapa detik kemudian, mata gadis itu membulat. Nafasnya tercekat. Jantung Aza terasa dipacu terlampau cepat.
Aza mengerjap – ngerjapkan matanya. Inikah yang dinamakan mimpi indah? Bahkan terlalu indah untuk menjadi nyata.
“Bisma?” desis Aza tak percaya. Bisma mengangguk dan tersenyum.
“Benarkah ini kau? Tapi.. tapi bukankah – “
“Tentu ini aku. Maaf , Za. Aku tak bisa terlalu lama disini. Dan aku minta maaf sekali lagi, mungkin ini keputusanku untuk pindah. Semoga kita bisa bertemu kembali. Jaga dirimu baik – baik.” Ucap Bisma lalu mengecup kening Aza. Tak terasa buliran bening meluncur dengan bebas menuruni pipi kanannya.
“Jaga dirimu baik – baik!”
Aza tak bisa berkutik. Kakinya gemetar hebat. Dia hanya bisa melihat punggung Bisma. Mungkin ini takdir Aza. Dua kali ia ditinggal oleh seseorang yang ia cinti.
“Aku akan menunggumu! “ gumam Aza menyeka air matanya.
****

“Rindu merengkuh jiwa, merasuk kalbu dan mengunci pikiranku di dalamnya.
Menerbangkan anganku tentang dirimu yang tak terjangkau oleh pandangan mataku.
Apakah kau baik-baik saja?
Aku tidak sedang baik-baik saja karena sakit merindukanmu.
Lalu... Mungkinkah kau merindukanku?
Sedikit saja?”

****
            “Bagaimana keadaan Bisma? Apakah dia belajar dengan baik?” tanya Aza sambil kembali menyesap yogurt stawberry yang tinggal sedikit lagi di hadapannya itu. Setidaknya sudah menyusut ketimbang dua jam yang lalu. Tangan kanannya sibuk memegang pena dan mencoret-coret semampu yang ia bisa, sedangkan tangan kirinya memegang satu gelas yogurt yang baru saja ia pegang semenjak dua jam lalu.
“Kau ini. Apa tidak ada topik lain selain Bisma?” tanya Reza parau.
“Yak!! Kau ini kenapa sih , Ja? Memangnya ada masalah kalau aku tanya keadaan Bisma?” tanya Aza balik dengan tampang marahnya.
“Za! Kamu pikir dong! Morgan? Morgan mau dikemanain?” tanya Reza dengan tatapan seriusnya.
“Morgan? Ada apa dengannya? Memangnya ada hubungannya dengan ku?” ujar Aza kembali menyesap yogurtnya. Reza mencoba membaca ekspresi yang diberikan Aza.
“Kau? Bukankah?”
“Tentu! Kau kira aku setuju begitu dengan pertunangan ini? Hahaha... kau gila , Ja! Aku gak bakalan pergi dari Bisma begitu aja!” terang Aza. Reza berhasil membulatkan matanya.
“Kenapa kau melakukan ini? Kau gila!!” ucap Reza dengan sinis.
“Kau membela Morgan begitu? Aissh!! Aku kira kau dipihakku , Ja!” Aza mengambil tasnya, lalu pergi meninggalkan Reza sendirian. Dasar Reza bodoh! Apa maksudnya memancing emosi labil Aza? Bila dia mengharapkan Aza melupakan Bisma, kenapa dia malah menyinggung hubungannya dalam penggambaran yang konyol?
“Aza...,” panggil Reza. Namun sayang, Aza terus melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan panggilan dari Reza.

****

 “Kadang aku berpikir, kau adalah ciptaan Tuhan yang sempurna.
Sempurna dalam arti dapat melengkapi kekuranganku, mengatasi kegelisahanku dan menjadikan segala sesuatu yang kita lalui terasa sangat indah.
Kaang cinta tidak sepaham dengan logika.
Tidak juga dengan pemikiran manusia.
Semua bisa terjadi begitu cepat, sangat cepat.Tidak ada satu pun yang sanggup menghentikannya.”

****

Aza mengangkat wajahnya dan kembali menggerutu saat hujan masih betah berlama-lama membasahi jalanan yang terlihat lenggang itu. Gadis berparas cantik itu kemudian menggosok-gosok kedua belah telapak tangannya seraya menghela napas pelan. Ini sudah hampir tengah malam dan Aza baru pulang dari kuliahnya karena harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tidak dapat ditunda. Cuaca memang dingin sekali, tapi tidak sedingin dengan hatinya sekarang. Membeku.
Gadis itu lantas melirik arloji putih yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Mendecak pelan dan kemudian kembali beralih menatap aspal jalanan yang basah. Sudah setengah jam ia menunggu di sini dan pria itu belum juga datang menjemputnya. Hingga pada akhirnya sebuah cahaya lampu mobil sukses membuat Aza tertegun sejenak. Gadis itu menyipitkan matanya dan berusaha untuk mengenali kedua sosok manusia yang keluar dari mobil itu dengan gerakan yang bisa di bilang cukup santai.
“Bisma?” desis Aza lirih. Gadis itu refleks menunduk dan mundur beberapa langkah ke belakang untuk menyembunyikan dirinya di sisi gelap halte bus itu. Suasana begitu sepi sehingga gadis itu dapat mendengar percakapan yang tengah di lakukan oleh Bisma dengan sosok wanita yang juga keluar dari mobil yang sama dengan pria itu.
“Aku tidak mungkin memberikan seorang anak padamu. Kau dengar?” ucap Bisma dingin. Wanita muda yang semula hanya diam dan menunduk itu mulai memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya. Dan hal itu membuat Aza dapat mengenali wanita yang sedang bersama mantan kekasihnya itu dengan cepat.
“Tapi pernikahan kita–”
“Kita dijodohkan. Itu sama saja dengan pernikahan yang terpaksa di lakukan. Apa kau tahu? Kau telah membuatku merasa kalau aku ini pria yang tidak bertanggung jawab,Stell.”
“Kau masih mengingatnya?!” tanya Stella setengah berteriak. Bisma terdiam. Hujan mulai mengguyur tubuh keduanya dan membuat baju mereka mulai basah. Aza yang sejak tadi mendengarkan percakapan kedua orang yang telah menyakiti hatinya itu lantas semakin menyembunyikan dirinya di tempat yang tidak terkena sinar lampu remang-remang halte bus itu. Sesak. Rasanya sesak sekali melihat orang yang dulu sangat ia cintai, kini tengah bertengkar dengan seorang wanita yang tidak lain adalah istri dari pria itu sendiri.
“Aku tidak mengingatnya, Stella. Bisakah kau berhenti mempunyai pikiran buruk tentangku? Aza adalah masa lalu. Aku sudah belajar untuk melupakannya sedikit demi sedikit.”
Aza tersentak. Gadis itu lantas menggigit bibir bawahnya saat air mata mulai menyeruak keluar dari sudut mata kiri gadis itu. Ia tak tahan lagi. Benar-benar tidak tahan. Aza lantas berbalik dan berlari meninggalkan halte bus itu, menembus hujan. Ia tidak peduli apakah Bisma akan menyadari kehadirannya di sana dan berbalik mengejarnya. Ia tidak peduli akan hujan yang di bencinya selama ini. Hujan yang mengingatkannya soal kenangan tentang pria itu.
Aza menghentikan langkahnya saat napasnya mulai terasa sesak dan rasanya udara benar-benar kosong di sekitarnya. Ia tidak mampu berlari lagi. Lututnya lemas dan pikirannya kosong.
“Apa yang kau lakukan di sini, Aza?” tanya seorang pria yang entah sejak kapan sudah berdiri tepat di belakang Aza. Gadis itu tertegun beberapa saat dan pada akhirnya memilih untuk memejamkan matanya saat sang pria mulai memeluknya dari belakang.
Aza butuh waktu. Hanya enam puluh detik saja untuk mengenang ingatannya tentang Bisma dan akan melepaskannya begitu saja saat waktu enam puluh detik itu habis. Ia hanya butuh waktu sebentar saja. Tidak akan lama.
“Maaf, aku terlambat menjemputmu,” ucap pria itu tepat di telinga kanan Aza. Gadis itu tersenyum kecut dan mengangguk secara perlahan. Enam puluh detik waktunya telah habis. Ia harus melihat kehidupan nyatanya sekarang, bukan masa lalu.
Morgan lantas melepaskan pelukan sepihaknya dari tubuh gadis itu kemudian membalikkan tubuh Aza agar bisa berhadapan langsung dengannya. Mata elang milik pria itu beradu pandang dengan sepasang mata teduh milik Aza. Waktu serasa berhenti sejenak dan butiran hujan membeku di udara. Sebuah senyuman kecil terukir manis di raut wajah cantik gadis itu.
“Bolehkah aku memelukmu, Morgan?” tanya Aza ragu. Pria itu sama sekali tidak menjawab pertanyaan Aza, tapi gerakan tubuhnya telah menjawab semuanya tanpa keraguan. Morgan menarik Aza ke dalam pelukannya dan kembali berbisik di telinga gadis itu.
“Hei, kau siap untuk menjadi istriku minggu depan ‘kan?”
“Dikala cinta itu datang, tak ada keraguan untuk memilih satu hati.
Satu rasa yang bermakna ‘cinta’
Cinta...
Adakah hubunngan antara cinta dengar gugurnya daun – daun pada saat akhir musim gugur?
Jika tak ada hubungan, lalu kenapa cinta yang pada awalnya meakr pada musim semi seketika berguguran bersamaan dengan pergantian dari musim panas ke musim gugur?
Dan mungkinkah jika cinta itu membeku seiring dengan hadirnya musim dingin?
Atau bertahan dalam diam dan menunggu angin untuk menerbangkan segalanya? Kenangan tersisa?
Aku baru sadar cinta itu datang tanpa harus mencari.Hanya saja kita tak peka pada perasaan kita.
Orang – orang yang tinggal bersamaku .... tiba – tiba menjadi tidak berarti bagiku. Itu hal yang mudah bagiku.
Terlepas apa yang aku makan atau berjalan bersama mereka saat hujan tiba.
Tidak peduli betapa baiknya mereka kepadaku, sangat mudah bagiku untuk meninggalkan mereka. Itu juga berlaku jika ada orang yang meninggalkanku terlebih dulu.
Meski mereka pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku tak keberatan dengan semua itu. Aku akan melupakannya.
Aku tak tahu apa artinya untuk mencintai seseorang sampai mati.
Tapi disaat cinta itu datang , semuanya berubah.
Cinta merubah semua keadaan.
Disaat orang yang sangat kucintai pergi meninggalkanku seorang sendiri untuk selamanya.
Tapi , disaat itu juga seseorang menghampiriku. Memberi kehangatan.
Melupakan kesedihan yang mendalam.”

THE END

0 Response to "THANK YOU"

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme